PENGOLAHAN SOSIS

SOSIS adalah bahan makanan (system emulsi) yang terbuat dari daging giling yang dihaluskan dan dicampur dengan bumbu-bumbu, filler,binder yang dimasukkan akan wadah selongsong sehingga bentuknya simetris.

Factor yang harus diperhatikan dalam pembuatan sosis adalah

1. Daging

Daging lean meat lebih baik digunakan dari pada fat meat karena mudah dicincang, sebagai pembentuk body sosis yang baik, emulsifier dan sumber protein aktin myosin. Fat meat susah dicincang dan penyebaran lemak dalam system emulsi tidak merata.

2. Lemak

Lemak yang dianjurkan dalam pembuatan sosis adalah 20-25%. Lemak merupakan pembentuk emulsi, memberi palatabilitas. Biasanya digunakan minyak nabati seperti minyak jagung.

3. Bahan curing

Dianjurkan tidak melebihi 200 ppm pada produk sosis. Senyawa untuk curing adalah garam sendawa ( natrium nitrat dan atau natrium nitrit). Keberadaan senyawa ini akan memperbaiki warna merah pink stabil.

4. Bahan pengisi (filler)

Bahan pengisi berasal dari bahan sumber karbohidrat. Biasanya adalah tepung terigu sebanyak 3%. Filler akan berikatan dengan air membentuk masa (pada saat emulsifikasi) dan mengalami gelatinisasi pada proses pengasapan atau perebusan sehingga membantu stabilitas emulsi.

5. Bahan pengikat (binder)

Bahan pengikat nerasal dari bahan sumber protein, contohnya adalah susu skim. Biner akan berikatan dengan air membetuk masa, memperkuat kemmapuan emulsifier daging sehingga emulsi semakin stabil

6. Garam

Garam digunakan untuk memperbaiki rasa, mengekstrak dan melarutkan aktin myosin yang berperan sebagai emulsifier dan berfungsi untuk menghambat aktivitas mikrobia.

7. BTP

Biasanya ditambahkan bahan pengenyal (STPP), Penstabil emulsi lesitin, vitamin C sebagai antioksidan.

8. Casing

Casing yang digunakan bisa casing alami dari usus kambing atau babi dan casing sintetis (dapat dimakan)

9. Formula

Proses untuk membuat sosis:

Proses untuk membuat sosis terdiri dari pemotongan,curing,penggilingan,emulsifikasi (chopper), pemasukan dalam casing,pemilinan, pengasapan,perebusan

1. Pemotongan

Daging dipotong dan dihilangkan lemak dipermukaanya

2. Curing

Daging potong ditambah dengan campuran garam nitrit nitrat dan disimpan dalam lemari es selama 24 jam.

Curing bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging,menghambat aktibitas mikrobia terutama Clostridium botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah memperbaiki warna daging menjadi merah pink. Penyebab warna merah karena bakteri mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit dipecah menjadi NO (nitroso) yang kemudian berekasi dengan pigmen daging (mioglobin) membentuk nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik kemungkinan dikarenakan adanya reaksi antara nitrit dengan komponen volatile daging.

Bahan curing biasanya adalah garam, gula, garamnitrat/ garam nitrit , phosfat, sodium erythorbat, asam askorbat.

– Garam

Penambahan garam pada konsentrasi tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikrobia karena garam berperan dalam dehidrasi sehingga merubah tekanan osmosis. Apabilla hanya ditambahnkan garam saja , maka hasilnya tidak baik karena menyebabkan produk menjadi kasar, asin, gelap(warna tidak menarik), kenampakan dan flavor tidak disenangi konsumen. Oleh karena itu harus dikombinasikan dengan senyawa lain seperti gula, nitrat dan atau nitrit.

– Gula atau sirup jagung

Berfungsi untu memperbaiki flavor, mengurangi rasa asin,mengurangi kekerasan akibat adanya penambahan garam (pelunak). Waktu curing yang lama akan memberi kesempatan bakteri untuk memanfaatkanngula sebagai sumber nutrient. Gula efektif sebagai pemgawet karena menghambat pertumbuhan bakteri. Pada saat pemasakan terjadi pencoklatan Karen adanya interaksi asam amino sehingga menyebabkan timbulya flavor daging curing. Reaksi pencoklatan dapat memacu terbentuknya “burned flavor” sehingga gula dapat diganti dengan sirup jagung.

Nitrat dan atau nitrit

Berfungsi untuk menstabilkan warna daging, memberi flavor spesifik , menghambat pertumbuhan mikrobia penyebab keracunan dan pembusukan, efektif mencengah pertumbuhan Clostridium botulinum, menghambat ransiditas.

Nitrat merupakan sumber nitrit. Nitrat akan diubah menjadi nitrit kemudian diubah menjadi NO melalui reduksi. Reduksi terjaid karena adanya aktivitas mikrobia.

Pada curing biasanya dikombinasikan antara nitrit dan nitrat. Apabila hanya garam nitrit yang ditambahkan maka waktu yang diperlukan untuk berubah menjadi NO cepat, apabila berlebih akan langsung bereaksi dengan N atau gugus amin sekunder membentuk nitrosamine yang karsinogenik. Jika hanya garam nitrit yang ditambahkan maka reksinya lambat dan tidak efektif karena memerlukan waktu utuk merubah nitrat menjadi NO.Jadi keduanya dikombinasikan agar saling melengkapi. Dosis masing-masing menjadi lebih rendah.

Jumlah nitrat/nitrit maksimal 200 ppm pada produk akhir.

Teknik curing , yaitu

1. Wet curing, lebih merata namun hasilnya basah

2. Dry curing ,peresapan ke dagimg tidak optimla karena hanya ditaburkan

3. Wet and dry curing (kombinasi),

4. Injection curing cepat ke sasaran (mioglobin) namun tidak semua mioglobin terjangkau oleh garam dan ada kemungkinan terbentuknya nitrosamine.

– Phosfat

Berfungsi untuk meningkatkan binding capacity, meningkatkan PH sehingga protein jaringan daging terbuka. Masalah yang ditemui dalam penggunaan phosfat adalah terbentuknya kristal pada permukaan daging curing. Alat harus terbuat dari stainless steel karena phosfat berdifat korosif.

– Sodium Erythorbate

Asam erythorbate dan asam askorbat mengembangkan dan menstabilkan daging curing dengan mereduksi metmioglobin menjadi mioglobin. Kelebihan asam askorbat adalah sebagai antioksidan terhadap kepudaran warna, menstabilkan warna dan flavor.

3. Penggilingan

Daging curing digiling dan ditambah garam untuk melarutkan dan mengekstrak aktin, myosin

4. Emulsifikasi

Daging giling dimasukkan dalam chopper ditambahkan minyak jagung, bumbu-bumbu, air es, tepung terigu, susu skim , sampai halus dan merata terbentuk emulsi stabil yang ditandai dengan daging tidak lengket pada jari.

Hal yang perlau diperhatikan adalah waktu emulsifikasi. Waktu tidak boleh terlau lama karen akan menyebbakan overchopper, yaitu fenomena terbetuknya drip-drip karena pemecahan globula lemak memperbanyak luas permukaan globula sehingga protein aktin miosin tidak mampu lagi berfungsi sebagai emulsifier ,meyelebungi semua globula. Overchopper ini mengakibatkan emulsi menjadi tidak stabil.

Suhu chopping yang tinggi dapat mengakibatkan denaturasi protein, WHC menurun, kemampuan meyelubungi globula lemak menurun sehingga emulsi tidak stabil

5. Pemasukan dalam casing

Emulsi dimasukkan dakam cetakan dan casing hingga casing terisi penuh dan tidak ada rongga udara/ruang kosong namun tidak boleh terllau padat .Casing bia berasal dari usu kambing(alami) atau dari celuloasa/plastic (sintetis)

6. Pemilinan

Emulsi sosis dalam casing dipilin dengan benang atau tali sepanjang 10-15 cm kemudian digantung untuk pengasapan

7. Pengasapan

Pengasapan dilakukan pada suhu 70 derajat Celcius selama 30 menit, asap diusahakn menempel dan masuk ke dalam casing sehingga sosis berflavor asap.

PPengasapan adalah suau cara pengawetan bahan makanna terutama pada dging dan ikan.

Fungsi asap sebagai bahan pengawet karena :

-penggunaan suhu tinggi mempunyai efek pengeringan

-asap mengandung senyawa antioksidan fenol sehingga mampu mencegah oksidasi lemak

-asap member efek antiseptis dan germiside karena adanya kombinasi pengasapan, pengeringan dan pemanasan, adanya komponen fenol dan aldehid mencegah perumbuhan mikrobia.

Efek terhadap kualitas

– Daging menjadi empuk karena adanya kombinasi suhu tinggi dengan kelembaban relative tinggi

– Kenampakan menjadi mengkilap karena ada aldehid, fenol,resin

– Memberikan flavor yang baik karena terdpat komponen fenol, asam karboksilat dll. Fenol sangat berperan dalam pengasapa sehingga dijadikan idek kualitas pada pengasapan.

– Asap memberikan warna menarik akibat adanya rekasi antar asam amino (reaksi maillard)dalam daging.

– Pengasapan suhu tinggi mengurangi residu nitri

Pengaruh pengasapan

– Pengasapan tidak banyak mempengaruhi jumlah lemak dan protein, tetapi berpengaruh besar pada kandungna air.asam amino lisin mengalami penurunna drastic, beberapa vitamin larut air mengalami penurunna, thiamin, niasin, riboflavin juaga akan hilang

– menghilankan Reaksi NO dengan protein daging membentuk nitrisamin yang berfifat karsinogen

– Timbulnya senyawa yang bersifat racun seperti benzo (L)pyrene pada pengasapan secara traditional Karen penggunaan suhu tinggi

8. Perebusan

Sois asap direbus selama 100 derajat Celcius selama 10 menit. Tujuan perebusan aalah untuk mematangkan sosis dan menghilangkan asap yang menempel.

http://yuphyyehahaa.blogspot.com/2011/01/teknologi-daging-dan-ikan-3.html

Tugas KKPI Ke-2

“PEMBUATAN BOLU KELAPA”

A. Latar Belakang
Kue kelapa merupakan suatu produk olahan yang terbuat dari tepung terigu, telur, gula pasir, kelapa, ovalet yang dibuat dengan prinsip pencampuran dan pemanggangan.
Ditinjau dari aspek teknis, proses pengolahan kue kelapa dapat dilakukan dengan mudah dan tidak memerlukan alat yang khusus dan canggih. Disamping iu teknik pengolahan kue kelapa juga sangat sederhana. Produk ini dapat dikonsumsi oleh semua kalangan serta harganya yang terjangkau.

B. Keunggulan dan Fungsi Produk
Produk kue kelapa yang kami produksi memiliki beberapa keunggulan, diantaranya warna yang lebih menarik, tekstur kue yang lebih lembut dan empuk, serta rasanya yeng lebih gurih.
Kue kelapa ini sangat cocok sebagai camilan untuk menemani waktu bersantai bersama keluarga dengan ditemani secangkir teh atau kopi panas yang membuat kue semakin nikmat.

C. Bahan
– Tepung terigu 1 kg
– Kelapa 1 butir
– Minyak goreng 1 liter
– Gula pasir 900 gram
– Vanili serbuk 2 bks
– Garam 1 sdt
D. Alat
– Kompor + tabung gas
– Mixer
– Timbangan
– Spatula
– Panci plastik
– Panci stainless
– Cetakan
– Pisau
– Parut
– Loyang
– Sendok
– Penjepit makanan

E. Cara Pembuatan
Dalam pembuatan kue kelapa, tahapan-tahapannya meliputi:
a. Mixing I
Campurkan telur, gula, dan ovalet dengan mixer sampai mengembang. Pada tahapan ini mixer yang digunakan harus dengan kecepatan rendah ke tinggi, waktunnya 15 menit. Jika waktu yang digunakan kurang maka adonan tidak akan mengembang dengan sempurna.
b. Mixing II
Tambahkan tepung terigu, kelapa parut, vanili, dan minyak goreng, kemudian diaduk sampai rata. Pada tahapan ini pencampuran dilakukan dengan menggunakan spatula sampai adonan tercampur rata, jika pencampuran dilakukan menggunakan mixer maka adonan akan menjadi matang seningga berpengaruh pada proses pengembangan kue.
c. Pemanggangan
Panggang adonan dengan cetakan pukis sampai matang. Pemanggangan harus dilakukan dengan menggunakan api sedang agar tidak terjadi kegosongan, pemanggangan dapat dihentikan jika warna kue sudah berubah menjadi kuning kecoklatan.
F. Spesifikasi Produk
a. Rasa : manis, gurih khas kue
b. Aroma : harum khas kue
c. Kenampakan : tidak gosong
d. Warna : kunig kecoklatan
e. Tekstur : empuk dan lembut
f. Bentuk : seragam

TUGAS KKPI

1. Komoditas perusahaan tempat PI:

A. Udang

B. Non udang

1. Gurita

2. AVP (Added Value Product)

Cordon bleu, loly fish,

2. Penanganan QC:

A. QC  Laboratorium:

1. Pengujian antibiotic:

  • AOZ (furazolidone)

Furazolidone (3-amino-2-oxazolidinone) merupakan senyawa antibiotik turunan dari nitrofuran yang terdapat pada jaringan tubuh dan bersifat stabil. Oleh karenanya furazolidone ini dapat terakumulasi dalam tubuh yang menyebabkan karsinogenik yaitu senyawa yang dapat memicu kanker. Untuk mengantisipasinya maka setiap produk perikanan harus dilakukan analisa AOZ sebelum penangan lebih lanjut. Analisa AOZ menggunakan metode ELISA yaitu analisa dengan prinsip reaksi hidrolisis, enzymatis, dan ekstraksi.

  • CAP(chloramphenicol)

Chloramphenicol merupakan salah satu jenis antibiotik yang banyak digunakan dalam industri perikanan. Residunya menyebabkan kematian pada penderita anemia yang bisa berlanjut ke leukemia. Antibiotik ini juga dapat menyebabkan timbulnya Gray Baby syndrome yang bisa berlanjut ke kematian. Oleh karenanya penanganan antibiotik ini dalam industri perikanan tidak dianjurkan. Untuk mengantisipasinya maka setiap produk perikanan harus dilakukan analisa CAP sebelum penangan lebih lanjut. Analisa CAP menggunakan metode ELISA yaitu analisa dengan prinsip reaksi hidrolisis, enzymatis, dan ekstraksi.

  • AMOZ(furaltadone)

Furaltadone atau 3-amino-5-morpholinomethyl-2-oksazolidinon (Amoz) diusulkan sebagai residu pemicu kanker yang mematikan. Untuk mengantisipasinya maka setiap produk perikanan harus dilakukan analisa AMOZ sebelum penangan lebih lanjut. Analisa AMOZ menggunakan metode ELISA yaitu analisa dengan prinsip reaksi hidrolisis, enzymatis, dan ekstraksi.

  1. Mikrobiologi:
  • TPC/ALT

Metode penentuan angka lempeng total ini digunakan untuk menentukan jumlah total mikroorganisma aerob dan anaerob (psikrofilik, mesofilik dan termofilik) pada produk  perikanan. Pertumbuhan mikroorganisme aerob dan anaerob (psikrofilik, mesofilik dan termofilik) setelah contoh diinkubasikan dalam media agar pada suhu 35°C ± 1°C selama 24 jam 48 jam ± 1 jam mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu media agar, maka mikroorganisma tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan Angka Lempeng Total dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, metoda cawan agar tuang/pour plate yaitu dengan menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. Kedua, metode cawan agar sebar/spread plate yaitu dengan menuangkan terlebih dahulu media agar ke dalam cawan petri kemudian contoh diratakan pada permukaan agar dengan menggunakan batang gelas bengkok.

  • Salmonella

E.colli Prinsip pengujian ini adalah menumbuhkan bakteri dalam suatu media cair dan perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Dalam prosedur pengujian terdapat beberapa tahap analisa yang mencakup uji pendugaan coliform (Presumptive coliform), uji penegasan coliform (confirmed coliform), uji pendugaan Escherichia coli (faecal coliform, presumptive Escherichia coli), uji penegasan Escherichia coli (confirmed Escherichia coli), uji morfologi, uji biokimia dan produksi gas dari laktosa.

B. QC Field:

Proses :

  • Kontrol suhu: suhu ≤ 5ºC
  • Penggunaan klorin :bahan baku(200 ppm),potong kepala(100 ppm) dll
  • Ketepatan size
  • Keseragaman udang
  • Broken meat
  • Berat

Organoleptik:

  • Warna,bau,kenampakan
  • Size,broken,merah dll

Akhir proses (packaging):

  • Produk dilewatkan metal detector
  • Ketepatan size dengan inner carton dan master carton
  • Ketepatan tanggal produksi
  • Kontrol suhu penyimpanan ≤ -23 ± 2°C

3. Penaganan limbah perusahaan

a. Penaganan limbah padat:

  1. Kepala udang
  2. Kulit udang

b. Pengolahan limbah cair:

Pengolahan limbah cair yang dilakukan oleh PT.Istana Cipta Sembada melalui unit-unit pengolahan seperti berikut:

ü      Pengolahan tingkat pertama(pre-treatment):screen dan bak equalisasi

ü      Pengolahan tingkat kedua (primary-treatment) : reaktor anaerob dan reaktor aerob

ü      Pengolahan tingkat tiga (secondary-treatment) : clarifier

a. Unit screen (penyaringan)

  • Secara prinsip berfungsi memisahkan padatan kasar yang tercampur dengan air limbah.
  • Bertujuan mengurangi resiko terjadinya kerusakan pompa akibat masuknya padatan kasar,mengurangi penyumbatan pipa akibat terjadinya pengendapan ,mengurangi beban biologis pada pengolahan.

ü      Padatan kasar yang dihasilkan dari screen antara lain :

  • Label size
  • Plastic
  • Karet
  • Udang utuh
  • Serpihan udang

ü      Penggantian screen dilakukan tiap 1 jam sekali

b. Bak Equalisasi (penampungan awal)

Fungsi :

  • Memisahkan padatan kasar baik terlarut maupun tersuspensi
  • Menstabilkan debit limbah yang akan diolah
  • Menhomogenkan limbah.

Dalam bak ini terjadi proses pencampuran yang bersifat pengenceran maupun pemekatan sehingga terjadi konsentrasi yang homogen,selanjutnya dipompakan ke bak berikutnya.

c. Bak An-aerob

Bak An-aerob mengolah limbah dengan beban organic dan konsentrasi solid yang tinggi. Terjadi reduksi BOD mencapai 70% – 80% atau lebih.

Reaksi konversi secara biologis berlangsung dalam 3 tahap :

  • Hidrolisis

Merupakan tahap awal an-aerob dimana partikulat dikonversikan menjadi senyawa terlarut yang selanjutnya dapat dihidrolisa menjadi monomer yang digunakan oleh bakteri sebagai bahan tahan “ACIDEGENESIS”

  • Acidegenesis
    • Terjadi degradasi senyawa asam amino, gula dan beberapa asam lemak.
    • Hasil utama antara lain : asetat, hydrogen, CO2,profionat dan butirat.
    • Tahap acidegenesis merupakan tahap awal pembentukan “Methan”
    • Methanogenesis

Ada 2 kelompok organisme:

  • Aceticlastik Methanogenesis

Memisahkan asetat menjadi methane dan CO2

  • Hydrogen utilizing Methanogenesis

Memakai hydrogen sebagai donor electron dan CO2 dan sebagai aseptor electron untuk memproduksi methane .

d. Bak Aerob

  • Terjadi pengolahan biologis secara aerobic (memerlukan tambahan O2) meliputi pengkondisian pertumbuhan mikrobiologikal aktif agar dapat melakukan kontak dengan air limbah sehingga mampu mengkonsumsi pengotor limbah yang berupa bahan organic sebagai makanan mikroba
  • Mikroba yang terlibat termasuk jenis bakteri, protozoa, rotifer, nematode , fungi serta alga.

e. Bak clarifier (reactor pengendap)

  • Pada unit ini mampu menurunkan TSS hingga 50 – 70 % serta menurunkan kadar BOD 30 – 40 %
  • Padatan yang terendapkan berupa Lumpur organic terkumpul didasar bak dan dikembalikan ke unit aerob sebagai Lumpur recycle.

4. HRD dan standar pegawai

Persyaratan manajemen;

  • Secara bertahap

Mempunyai kemampuan teknis dan non teknis diambil dari jabatan operasional yang terbaik secara tertulis (psikotes) dan tidak tertulis (wawancara) serta keseharian lewat rekomendasi dari pimpinan.

  • Secara langsung

Kebutuhan mendesak:

  • Usia min 30-40 tahun
  • Pengalaman kerja min 5 tahun sesuai bidang
  • Latar belakang pendidikan min S1
  • Berkemampuan teknis(komputer,present,power point,fusio dll)
  • Untuk HRD mengetahui UU ketenagakerjaan dan ijin pengacara untuk hukum
  • Training 3-6 bulan untuk rencana jangka pendek(training) dan untuk rencana jangka panjang(setelah training)
    • Wawancara dan psikotes

Persyaratan operasional(pelaksana s/d non manajemen/ supervisor)

  • Borongan
    • Lebih mengutamakan warga lingkungan sekitar perusahaan laban asem,pakis taji dan karang bendo
    • Sehat jasmani dan rohani serta menyertakan surat keterangan sehat
    • Tinggi min 150 cm
    • Usia min 17 th/ sudah menikah
    • Pendidikan min SMA(untuk nobashi,timbang dan sortir)
    • Harian (lepas,tetap kontrak dan lepas)
      • Lebih mengutamakan warga lingkungan sekitar perusahaan laban asem,pakis taji dan karang bendo
      • Sehat jasmani dan rohani serta menyertakan surat keterangan sehat
      • Tinggi min 150 cm
      • Usia min 17 th/ sudah menikah
      • Pendidikan min SMA
      • Tes tertulis dan wawancara serta mendapat rekomendasi dari atasan
      • Supervisor ~ QC

Secara bertingkat

Eksternal:

  • Usia ± 25 tahun
  • Pendidikan min D3

5. Produk hasil olah dan sasaran pemakai perusahaan

Produk hasil olah PT. ISTANA CIPTA SEMBADA:

  • Udang beku:
    • PND Natural
    • PND STPP
    • PND IQF
    • PND Retail Pack
    • PTO
    • HL
    • HO

Dengan brand: Prima, Five Star, SSS, Blue Bird, Asian Gol

  • Gurita
  • AVP (Added Value Product):
    • Loly fish
    • Cordon Bleu
    • Kekian
    • Ekado
    • Nugget

Produk hasil olah untuk udang beku di ekspor ke Jepang dan Amerika sedangkan untuk produk non udang yaitu gurita dan AVP (added value product) sasaran pemakai lokal.

6. System pemasaran produk/jasa perusahaan

Untuk produk udang beku dan produk non udang (gurita danAVP) dipasarkan melalui distributor yang berada di Surabaya. Produk udang beku diekspor ke Jepang, Amerika, dan Eropa sedangkan untuk produk AVP dipasarkan di minimarket.

7. Kepedulian lingkungan:

  • Membagikan sembako ke masyarakat sekitar menjelang hari raya
  • Sumbangan pendidikan bagi anak karyawan yang berprestasi
  • Sunat masal
  • Membuatkan sumur bor untuk lingkungan sekitar perusahaan

Zat Pengawet Makanan

Berdasarkan hasil kajian dan penemuan para ahli/ peneliti yang dimuat dibeberapa  media massa,  bahan pengawet alternatif  yang aman  dan tidak berbahaya bagi kesehatan adalah, Chitosan, Asap Cair (Liquid Smoke), Kunyit,  Air Ki, Air kelapa yang diberi mikroba (Asam Sitrat).

1) Chitosan
Dr. Ir Linawati  ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan (FPIK- IPB) menyatakan chitosan merupakan bahan pengawet organik yang diperoleh dari produk turunan dari polimer chitin yang diproduksi dari limbah udang dan rajungan kadar chitin dalam berat udang berkisar 60–70% bila diproses menjadi chitosan menghasilkan Yield 15– 20%. Chitosan mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun. Bila digunakan pada ikan asin, berfungsi sebagai pelapis (coating), agar tidak dihinggapi lalat, dan menghambat pertumbuhan bakteri. Penggunaan chitosan dapat mengawetkan sampai 8 minggu.

2) Asap Cair (Liquid Smoke)
Dr. AH. Bambang Setiadji, Dosen Fakultas MIPA, UGM, menemukan  Asap Cair ( Liquid Smoke) bisa menjadi bahan pengawet pangan yang berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Untuk industri perkebunan asap cair digunakan sebagai koagulan lateks, hal ini karena asap cair bersifat fungsional seperti anti jamur, antibakteri dan anti oksidan yang dapat memperbaiki kualitas karet. Sedangkan penggunaan pada industri kayu dapat mencegah serangan rayap. Pemanfaatan Liquid Smoke pada industri pangan cukup digunakan 25% + 75% air kemudian digunakan untuk merendam ikan dan daging selama 15 menit. Pengawetan dengan merendam ikan dan daging pada asap cair (liquid smoke) ini bisa bertahan selama 25 hari.

3) Kunyit
Dr NL ida Soeid MS, menyatakan kunyit dapat digunakan sebagai pengawet tahu, disamping  berfungsi sebagai warna juga sebagai antibiotik, sekaligus mencegah agar tidak cepat asam. Selain itu untuk kesehatan berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri, antiradang dan antikanker. Kunyit basah kandungan utamanya adalah kurkuminoid 3-5%.  Sedangkan untuk kunyit ekstrak kandungan kurkuminoid mencapai 40–50%. Untuk penggunaan kunyit disarankan agar  tidak melalui pemanasan, terkena cahaya dan lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk digiling dan diperas airnya.

4) Air Ki (Air Endapan Abu Merang)
Air Ki ini  dapat digunakan sebagai pengawet mie dan dapat bertahan sampai 2 hari. Sekarang sudah banyak dijual ditoko cina atau bisa juga membuat sendiri dengan membakar merang padi kemudian ambil abunya lalu larutkan dengan air, kemudian diendapkan sampai terpisah air dan abunya.

5) Asam Sitrat (Citric Acid)
Asam sitrat adalah pengawet yang dibuat dari air kelapa  yang diberi mikroba. Asam sitrat  yang siap pakai banyak dijual bebas ditoko kimia, namun kalau bahan baku air kelapa  banyak, maka lebih baik dibuat sendiri, harganya akan lebih murah.
Selain bahan pengawet tersebut diatas, dalam skala kecil dapat juga menggunakan  pengawet yang sudah lama dikenal dan banyak digunakan didaerah terpencil atau pedesaan berupa; jeruk nipis, asam jawa, garam dapur, gula, bawang putih disesuaikan dengan jenis produk yang dihasilkan. Hanya saja dosis penggunaannya selama ini umumnya belum standar, baru berdasarkan perkiraan pemakai. Untuk itu perlu penelitian dan pembinaan lebih lanjut. Untuk menghindari penggunaan bahan pengawet berbahaya  serta  meningkatkan pemanfaatan bahan pengawet alternatif yang aman bagi kesehatan maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut;
Pertama: membuat daftar bahan-bahan kimia berbahaya yang dilarang untuk digunakan pada produk makanan dan minuman dilengkapi dengan nama kimia dan nama perdagangannya.agar tidak terjadi kesalahan pemakaian oleh produsen.
Kedua: melakukan koordinasi dengan instansi terkait seperti; Pemeritah, Pelaku Usaha, Assioasi, Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) maupun Perguruan Tinggi untuk menanggulangi penggunaan bahan pengawet berbahaya dan memberikan bahan pengawet alternatif yang aman dan tidak merugikan  konsumen  maupun produsen.
Ketiga: mensosialisasikan bahaya penggunaan bahan-bahan kimia terhadap konsumen dan produsen agar kedua belah pihak tahu dan mengerti tentang bahaya yang diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia  terhadap makanan dan minuman.

http://forum.um.ac.id/index.php?topic=11773.0

TEMPE

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”.

Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.

Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.

Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).

Pembuatan

Tempe berbungkus daun pisang yang dijual di pasar tradisional Indonesia

Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi. Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.

Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.

Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara subtropis, asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.

Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.

Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.

Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.

Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20°C–37°C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.

Sejarah dan perkembangan

Asal-usul

Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata “tempe”, misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Hal ini dan catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa—mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.

Kata “tempe” diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.

Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa JawaBelanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.

Khasiat dan Kandungan Gizi

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.

Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.

Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).

Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.

Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.

Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.

Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.

Vitamin

Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.

Mineral

Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.

Antioksidan

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.

Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!